FGD
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Bribin
-Menuju Langkah Perubahan
Pengelolaan DAS Terpadu-
Oleh: Lies Triana Dewi, S.Sos, M.AP, M.Agr
Rendahnya daya dukung Daerah
Aliran Sungai (DAS) di Indonesia sebagai suatu ekosistem merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya bencana alam yang terkait dengan air (water related
disaster). Rendahnya daya dukung DAS dapat diatasi dengan mengelola DAS secara
Terpadu. Pengelolaan DAS harus melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan
sumberaya alam yang terdiri dari unsur-unsur masyarakat dunia usaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan pengelolaan DAS memerlukan
perencanaan yang komprehensif yang mengakomodasikan berbagai pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam suatu DAS, dalam hal ini DAS Bribin.
Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Opak Progo, Kementerian Kehutanan
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul menyelenggarakan
Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (DAS) Terpadu Daerah Aliran Sungai Bribin (FGD Penyusunan RPDAS Terpadu
DAS Bribin) pada hari Senin tanggal 13 Mei 2013 di Ruang Rapat Barat Bappeda
Kabupaten Gunungkidul. FGD Penyusunan RPDAS Terpadu DAS Bribin yang
dilaksanakan di Bappeda Kabupaten Gunungkidul ini dihadiri oleh 30 orang
terdiri dari beberapa unsur pemerintahan Kabupaten Gunungkidul dan kelompok masyarakat
seperti Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Sekretariat Daerah, Himpunan
Pengusaha dan Masyarakat Pertambangan Gunungsewu Sejahtera, Asosiasi Pengusaha
Kehutanan, Green Network, Bina Manfaat Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum,
Subbidang Pertanian dan Kelautan Bappeda, dan juga beberapa tim pakar dari
Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, diwakili oleh Andre, S.Si,
M.Si.
FGD
Penyusunan RPDAS Terpadu DAS Bribin ini merupakan tindak lanjut dari
sosialisasi RPDAS yang diselenggarakan pada tanggal 26 Februari 2013 di ruang
rapat Bappeda. Adapun maksud diadakan FGD Penyusunan RPDAS Terpadu DAS Bribin
ini adalah untuk menggali atau mengumpulkan permasalahan yang ada di DAS Bribin
sebanyak-banyaknya, sehingga akan mudah menentukan tujuan dan kegiatan apa saja
yang harus dilakukan untuk mengatasi segala permasalahan yang ada di DAS
Bribin. Selain itu juga dapat ditentukan strategi apa saja yang dapat ditempuh
untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Dalam
FGD Penyusunan RPDAS Terpadu DAS Bribin ini Pengantar disampaikan oleh Kepala
Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo, diwakilkan oleh Kepala Seksi Program
DAS BP DAS SOP, Narjan, SE, M.Si yang menyatakan bahwa dalam RPDAS Terpadu DAS
Bribin ini diharapkan agar rumusan rekomendasi berhasil baik, dengan menggali
permasalahan kondisi DAS Bribin yang ada. Kemudian dengan permasalahan
tersebut, maka akan dengan mudah untuk membuat perencanaan dalam mengatasi
permasalahan tersebut. FGD Penyusunan RPDAS Terpadu DAS Bribin ini juga disambut
baik oleh Kepala Bappeda Kabupaten Gunungkidul, dalam hal ini diwakili oleh
Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Kabupaten Gunungkidul, Dra.Mahartati, M.T.,
menyatakan bahwa pihak-pihak yang duduk dalam tim ini dapat memberikan masukan
untuk merumuskan permasalahan secara komprehensif sehingga memenuhi
prinsip-prinsip konservasi. Perwujudan langkah Penyusunan RPDAS Terpadu DAS
Bribin ini dibuktikan dengan disahkannya Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor
52/KPTS/TIM/2013 tanggal 8 April 2013 Tentang Pembentukan Tim Penyusun Rencana
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Daerah Aliran Sungai Bribin.
Dalam
rangka penyusunan RPDAS Terpadu DAS Bribin ini, Andre, S.Si, M.Si menjelaskan untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada di DAS Bribin terbagi ke dalam 3 aspek
kategori yaitu aspek biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan. Dan berikut
hasil diskusi FGD RPDAS Terpadu DAS Bribin ini dirumuskan berdasarkan:
1.
1. Aspek
Biofisik
- Konflik pemanfaatan lahan (penambangan) dan dari segi kemampuan lahan banyak keterbatasan (karst, kemiringan lahan terjal, lahan kering, dll
- Daerah Semanu, Wonosari (400 ha) hampir rata-rata status kepemilikan lahan adalah tanah AB dimana di daerah tersebut terdapat program Hutan Rakyat dengan sistem tumpangsari, sehingga kendala yang dihadapi di DAS Bribin adalah bagaimana memperjelas status lahan antara lahan milik dengan lahan pemerintah
- Di sebelah utara Gunungkidul (Ronjong, Rongkot) berpotensi adanya penambangan pasir dan hal ini berpengaruh terhadap jenis tanah.
- Tercemarnya sumber daya air tanah akibat adanya limbah medis dari beberapa rumah sakit yang masuk ke DAS dengan munculnya bakteri E-Colli.
- Tanah terdiri dari tanah karst (51%) yang ditambang
- Eksploitasi pemanfaatan air belum diketahui efeknya karena irigasi banyak menggunakan sumur pompa (32 buah) yang berasal dari das Bribin dengan kecepatan 33 mm/ detik atau sejumlah 5 juta kubik selama 5 bulan.
- 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan DAS Bribin mengalami kesulitan karena kemampuan lahan (kondisi fisik wilayah) yang lemah
2. 2. Aspek
Sosial Ekonomi Budaya
- saat ini industri perkayuan sudah mulai ada titik jenuh trend untuk tanaman Jati. Pasar dunia lebih menghendaki kayu yang ringan, murah dan cepat panen seperti Sengon.
- Belum adanya ijin penambangan secara legal kepada 150 penambang di Gunungkidul
- Dibutuhkan adanya pengelolaan biogass untuk menampung kotoran hewan ternak seperti Sapi dan Kambing, karena hampir semua kepala keluarga di daerah Gunungkidul memiliki hewan ternak ini
3. 3. Aspek
Kelembagaan
- Terkait dengan Hutan Rakyat, dari hasil pendampingan di lapangan tidak ada masalah yang berarti dalam menanam kayu-kayuan, karena masyarakat sudah bisa dikatakan sudah sadar dalam menanam tanaman (Jati)
- Pedoman Tata Ruang kurang mendominasi daerah karst, belum adanya kejelasan secara legal dalam hal penutupan atau pembukaan kenampakan khusus yaitu sempadan Ponor (sink hole) atau liang yang terhubung dengan sistem aliran sungai bawah tanah
- Adanya regulasi yang mendukung yaitu Perda Irigasi No.23 Tahun 2000 dan Perda Lahan yang berkelanjutan diharapkan mampu mendukung regulasi
Permasalahan-permasalahan
tersebut dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan
penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan
dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya
bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan
dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Beberapa cara
untuk mengurangi penebangan dan ketergantungan sumber daya air sebagai langkah
menuju pengelolaan DAS terpadu di DAS Bribin yang perlu dipertimbangkan,
seperti: 1) dikembangkannya fasilitasi usaha-usaha kecil menengah dalam
pergerakannya di pertanian; 2) usaha ekonomi produktif (contoh: budidaya lele,
lembaga ekonomi mikro), dan dikembangkannya potensi wisata seperti wisata Goa Pindul
dan Semanu; 3) adanya pengelolaan biogass dari kotoran hewan ternak sapi dan
kambing; 4) perlunya peraturan pengelolaan pembuangan limbah secara terpadu; 5)
segera dilakukan dan diselesaikan kejelasan regulasi dalam penambangan dan masyarakat
perlu diberikan penjelasan tentang untung ruginya penambangan; 6) penggalian
peta potensi wilayah yang bisa/ tidak bisa untuk dilakukan penambangan yang
dikonversikan dengan peta karakteristik DAS; 7) Pembinaan, sosialisasi,
pengarahan kepada masyarakat dengan memberikan pemahaman pentingnya konservasi
penanaman tanaman hutan yang ramah lingkungan dan mempertimbangkan
keberlanjutan lingkungan yang dinamis.
Diharapkan
dengan kontribusi dari masing-masing stakeholder terkait dengan rencana pengelolaan
DAS Terpadu di DAS Bribin, segala bentuk permasalahan yang ada di DAS Bribin
dapat diidentifikasi sedetail mungkin dan data-data terkait dengan Pengelolaan
DAS dapat dipersiapkan untuk persiapan langkah FGD RPDAS Terpadu DAS Bribin
berikutnya.