PP No.37/2012 Sebagai Alat Pengikat Stakeholder
Banjarnegara – Dalam rangka mendukung program pemerintah tentang
pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai (DAS), Balai Pengelolaan DAS Serayu
Opak Progo bekerjasama dengan proyek penguatan pengelolaan hutan dan DAS
(Strengthening Community Based Forest and Watershed Management – SCBFWM), pada
tanggal 19-20 Juni 2012 mengadakan Workshop Implementasi Peraturan Pemerintah
No.37 Tahun 2012 dalam rangka Pengelolaan DAS Terpadu. Workshop yang
dilaksanakan di Hotel Surya Yudha Banjarnegara ini bertujuan sebagai upaya
sosialisasi pemahaman akan pelaksanaan PP No.37/2012 untuk mensinergikan
rencana pengelolaan DAS dengan rencana kerja dan kegiatan stakeholder.
Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS, Dr. Eka W. Soegiri,
MM., dalam sambutan pembukaan memaparkan tentang Peraturan Pemerintah No. 37
tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS yang telah disahkan pada 1 Maret 2012,
peraturan ini hendaknya dijadikan panduan dan dasar hukum dalam penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan dan DAS Terpadu berbasis masyarakat.
Usai pembukaan, acara yang di hadiri oleh 50 peserta dari berbagai
sektor terkait ini membahas implementasi rencana pengelolaan hutan dan
DAS. Dr. Ir. Michael Riwu Kaho, Ketua Forum DAS NTT, berbagi pengalamannya di
lapangan dalam penyusunan Peraturan Daerah (Perda) dalam pengelolaan DAS dan
Forum DAS di NTT. ForDAS yang terus berkembang dan pada tahun 2008, berdasarkan ketentuan
dalam Perda NTT No. 5 tahun 2008 tentang Pengelolaan DAS Terpadu, lembaga
ForDAS dinyatakan sebagai lembaga yang membantu gubernur dalam pengelolaan DAS
di NTT. Sehingga, NTT dinilai paling cepat menyelesaikan Perdanya dimana
juga sudah dilakukan pengelolaannya dan telah mendapatkan penghargaan dari
Menteri Kehutanaan RI atas prestasinya tersebut. Beliau beropini bahwa apabila
Fordas yang berada di Jawa Tengah berisikan anggota pejabat semua akan sulit
untuk maju. Di NTT sendiri terdapat 2 tim yaitu 1 tim pengarah para
bintang-bintang kebijakan umum dan tim lainnya adalah pada level pelaksanaan.
Prof. Dr. Totok Gunawan dari Fakultas Geografi UGM juga memaparkan
bahwa dalam rangka penyusunan Perda pengelolaan DAS, pertama kali yang perlu
dilakukan adalah mengidentifikasi isu-isu kerusakan DAS. Kemudian di setiap Sub
DAS diklarifikasi mana DAS yang dipertahankan dan mana yang dipulihkan.
Semuanya diinventaris kerusakannya. Sehingga seluruh sektor memiliki kewenangan
masing-masing dalam pengelolaan DAS tersebut.
Workshop kali ini juga telah dihadiri Wakil Bupati Kab. Banjarnegara, Hadi
Supeno, mengungkapkan bahwa dalam pengelolaan DAS perlu melihat 3 hal yaitu
keberlanjutan DAS sendiri, keberlanjutan sosial ekonomi dan keberlanjutan aspek
lingkungan. Fokus yang diatur adalah fisik DAS sendiri dan manusianya serta
harus ada reward dan punishment. “Selama belum yakin, maka
untuk gerakan penanaman akan banyak kendala. Walaupun masih dibantah, hambatan
terbesar dari penghjiauan adalah belum ditemukan tanaman alternatif yang setara
minimal kentang”, ujarnya.
Inti dari PP No.37/2012 ini mengajak kita agar kita bisa melihat daya
dukung DAS sesuai klasifikasi DAS yang ada.
Peran serta masyarakat bisa perorangan maupun melalui forum koordinasi
untuk mendukung keterpaduan. Apabila pembangunan DAS bisa berjalan dengan baik dengan didasari oleh semangat konservasi baik dari
masyarakat ataupun seluruh stakeholder terkait, tak lama lagi PP dimaksud dapat
eksis dan dijadikan acuan pengelolaan DAS yang sistematis, terukur dan terpadu
di Kab. Banjarnegara khususnya dan di Indonesia umumnya. ***
No comments:
Post a Comment